Facebook Twitter Instagram
    Tuesday, January 31
    Trending
    • ISAD Selenggarakan Pengajian Tastafi Bahas Syari’atkan Politik Aceh
    • Ketegasan dan Adil
    • Mengenal Lebih Dekat Lembaga Wali Nanggroe
    • MENEMPATKAN SESUATU PADA TEMPATNYA
    • Manjaga Kelestarian Alam
    • MRB Optimalkan Pengelolaan Dana BLUD dan Infak
    • Kisah Mualaf Artis TikTok Filipina, Taaliah Hajra Camilo
    • MENUJU KEHIDUPAN YANG PENUH BERKAH
    Facebook Twitter Instagram
    Gema BaiturrahmanGema Baiturrahman
    • Salam
    • Khutbah Jumat
    • Peristiwa
    • Laporan Utama
    • Dialog
    • Mimbar
      • Opini
      • Menara
      • Kubah
      • Mihrab
      • Tafsir
      • Fikrah
    • Advetorial
    • E-Paper
    Gema BaiturrahmanGema Baiturrahman
    Home » Adat Budaya Aceh Mulai Terkikis
    Indeks

    Adat Budaya Aceh Mulai Terkikis

    RedaksiBy RedaksiMay 18, 2018No Comments3 Mins Read
    Facebook Twitter LinkedIn Telegram Pinterest Tumblr Reddit WhatsApp Email
    Share
    Facebook Twitter LinkedIn Pinterest Email

    Gema JUMAT, 18 MEI 2018
    Badruzzaman Ismail, SH, M. Hum – Ketua Majelis Adat Aceh
    Ditemui di sela-sela acara Pelatihan Peradilan Adat yang diselenggarakan awal Mei lalu di Sigli Kabupaten Pidie, H. Badruzzaman Ismail (76) bicara banyak tentang adat budaya Aceh kekinian. Sebagai Ketua Majelis Adat Aceh sejak 2008, pria kelahiran Gampong Lambada Peukan Lambaro Angan Aceh Besar, 17 September 1942 ini tentu ikut bertanggung jawab terhadap pelestarian adat dan nilai-nilai budaya endatu kita.
    Menurut Badruzzaman, ada indikasi adat dan budaya Aceh mulai terkikis oleh globalisasi dan kemajuan zaman. Padahal kewajiban masyarakat Aceh untuk menjaga dan melestarikannya. Gotong royong, bicara santun, saling menghormati, cinta lingkungan merupakan bentuk-bentuk karakter orang Aceh tempo doeloe.
    Salah satu hal yang menyedihkan adalah dimana orang Aceh tidak menghargai adat dan budaya sendiri. Banyak anak-anak warga Aceh tidak paham lagi berbahasa Aceh dengan orangtuanya di rumah. Lebih parah lagi hampir semua warung berubah nama Café. “Padahal kita punya istilah sendiri seperti keude atau warong, kenapa latah memakai bahasa orang,” gugatnya.
    Dikatakan, dalam pelaksanaannya adat Aceh punya 6 dimensi yakni dimensi ritual, ekonomi, lingkungan, hukum,  identitas, kompetitif.  Dalam hal lingkungan misalnya, agama sangat menekankan agar manusia menjaga lingkungan alam, jangan dirusak dan dieksploitasi sehingga berdampak buruk terhadap kehidupan. “Kenyataan sekarang banyak kita lihat orang membuang sampah ke parit atau sungai,” tambah ayah empat putra-putri ini.
    Demikian pula budaya berjualan bahan berbuka di atas got kotor, atau berjualan pakaian bukan di dalam toko, tapi di depan toko di kaki lima.  Isteri dari Hj Rohani Ahmad meminta agar tumbuh kesadaran bagi warga Aceh demi adat dan budaya yang luhur, sehingga ada rasa kebanggaan bila tamu berkunjung.
    Dalam pendidikan, Badruzzaman pernah mengaji di Pesantren Lambaro Angan, melanjutkan ke SRI Tungkob (1955), PGAN 6 Tahun, Banda Aceh (1961), Sarjana Hukum (S1) Fakultas Hukum Unsyiah (1981) dan Magister Hukum (S2), Universitas Sumatera Utara (2002).
    Kakek dari 9 cucu ini cukup berpengalaman sebagai dosen, anggota legislatif dan pejabat struktural, berawal tahun 1963 pada Inspeksi Pendidikan Agama  Aceh. Pernah menjadi Sekretaris/ Kabag TU Kanwil Depag Aceh (1973-1990) bahkan anggota DPRD Kabupaten Aceh Besar (1966-1971). Selain itu juga pernah dilantik sebagai Sekretaris Umum MUI Aceh (1987-2001) dan Wakil Ketua Majelis Pendidikan Daerah Aceh (1994-2002).
    Demikian pula kiprahnya di akademik, anak dari pasangan Nyak Jannah H. Hasan dan Tgk. Ismail Hanafiah aktif sebagai dosen luar biasa di berbagai Perguruan Tinggi, bahkan menjabat Pembantu Rektor III Univ. Abulyatama (1984-1992), sejak tahun 1991 – 2007 menjadi dosen tetap pada Fak. Syariah IAIN Ar-Raniry, Pembantu Rektor II IAIN Ar-Raniry, Darussalam Banda Aceh (1997-2001). Tidak hanya itu pria tegas dalam berbicara ini tercatat sebagai Pendiri/ Wakil Pimpinan Umum Majalah Santunan Kanwil Depag (1978-1991). Saat ini pak Bad begitu orang menyapanya, memimpin Majelis Adat Aceh (MAA) sejak 2008 hingga sekarang, peralihan dari Kongres LAKA.
    Ia tergolong aktif menulis, tidak kurang 30 buah buku dan karya tulis sudah dihasilkan. Berbagai seminar, lokakarya sering dikuti baik dalam negeri maupun luar negeri. Buku pertamanya berjudul  “Manajemen Masjid dan Adat Kebiasaan di Aceh (1990), diterbitkan CV.Gua Hira’. Di usia tuanya, Badruzzaman masih juga menulis buku yang akan diluncurkan setelah Idul Fitri berjudul : Nilai-nilai Adat Aceh sebagai Potensi Spirit Pembangunan Kesejahteraan (Refleksi Otobigrafi),  tebal 658 halaman. Baskar
     

    Share. Facebook Twitter Pinterest LinkedIn Tumblr Telegram Email
    Previous ArticlePuasa Keudua
    Next Article Merawat Fahala Puasa
    Redaksi
    • Website

    Related Posts

    ISAD Selenggarakan Pengajian Tastafi Bahas Syari’atkan Politik Aceh

    January 27, 2023

    Ketegasan dan Adil

    January 27, 2023

    Mengenal Lebih Dekat Lembaga Wali Nanggroe

    January 27, 2023
    Add A Comment

    Comments are closed.

    Informasi Terkini

    ISAD Selenggarakan Pengajian Tastafi Bahas Syari’atkan Politik Aceh

    January 27, 2023

    Ketegasan dan Adil

    January 27, 2023

    Mengenal Lebih Dekat Lembaga Wali Nanggroe

    January 27, 2023
    Tabloid Gema Baiturrahman: Menuju Islam Kaffah
    Tabloid Gema Baiturrahman: Menuju Islam Kaffah

    Gema Baiturrahman merupakan media komunikasi Mesjid Raya Baiturrahman yang terbit setiap Jumat sejak

    Facebook Twitter Instagram
    Populer

    Penyerahan Sertifikat Tanah Wakaf

    December 21, 2018

    Santri Sejati

    October 21, 2022

    Dewan Dakwah Aceh Tatap Kawal Syariat Islam

    July 14, 2017

    Kewajiban Mengqadha Puasa Orang Tua

    June 8, 2022
    © 2023 Gema Baiturrahman oleh Acehin.com.
    • Redaksi
    • Kontak Gema
    • Pedoman Media Siber
    • Aturan Layanan
    • Indeks

    Type above and press Enter to search. Press Esc to cancel.