GEMA JUMAT, 14 JUNI 2019
Prof. Dr. Tgk. H. Azman Ismail, MA (Imam Besar Masjid Raya Baiturrahman)
Surat al-Furqan ayat 30 – 31
“Berkatalah Rasul, “Ya Tuhanku, sesungguhnya kaumku menjadikan Al-Qur’an ini suatu yang tidak diacuhkan.” Dan seperti itulah telah Kami adakan bagi tiap-tiap nabi, musuh dari orang-orang yang berdosa. Dan cukuplah Tuhanmu menjadi Pemberi petunjuk dan Penolong.”
Topik pada ayat ini beralih pada pengaduan dan kesulitan yang dialami oleh Rasulullah terkait orang-orang yang tidak mau mendengarkan dan mengkaji substansi kebenaran yang ada didalamnya. Tersirat dari nash ayat ini, bahwa apabila dibacakan Al-Qur’an kepada mereka, mereka melakukan hiruk-pikuk dan banyak berbicara tentang hal lainnya hingga orang-orang tidak dapat mendengarkannya. Ini merupakan salah satu sikap yang menggambarkan ketidakacuhan kepada Al-Qur’an, tidak mau beriman kepada Al-Qur’an serta tidak membenarkannya, termasuk sikap meninggalkan Al-Qur’an.
Dalam hal ini, sikap tidak mengacuhkan Al-Qur’an ialah tidak mau merenungkan dan memahami maknanya. Termasuk ke dalam pengertian tidak mengacuhkan Al-Qur’an ialah tidak mengamalkannya dan tidak melaksanakan perintah-perintahnya, serta tidak meninggalkan larangan-larangannya. Termasuk pula ke dalam pengertian tidak mengacuhkan Al-Qur’an ialah mengesampingkannya, lalu menuju kepada yang lainnya, baik berupa syair, pendapat, nyanyian atau main-main, cerita atau pun metode yang diambil bukan darinya. Dari ayat tersebut di atas, kita bisa membaca, bahwa ketidakacuhan terhadap al-Qur’an bukanlah hal yang baru, sejak masa Rasulullah telah nampak, dan orang-orang lebih tergiur pada hal lain yang di luar al-Qur’an.
Di zaman sekarang ini, kita bisa melihat ketidakacuhan orang-orang dari ayat al-Qur’an sebagaimana kita lihat mereka, ketika al-Qur’an dibacakan dari mesjid-mesjid sebelum dimulai waktu shalat, orang-orang tidak memperhatikannya. Bagi kita, bukan orang Arab, hal itu bisa jadi karena, kita tidak memahami kandungan dan terjemah al-Qur’an dengan baik, jika kita mampu memahaminya dengan baik, tentu kita akan hanyut terbawa dengan maknanya. Apabila dibacakan ayat-ayat azab, kita akan merasa gundah, sedih dan berpikir, apakah kita akan menjadi penghuni neraka? Dan demikian juga kalau dibacakan ayat yang berkenaan dengan nikmat syurga, tentu kita mengharapkan kita adalah bagian dari penghuni syurga itu. Di ayat selanjutnya di atas, Allah SWT menghibur Nabi, bahwa hal seperti ini bukan hal baru, umat-umat sebelumnya juga melakukan hal yang sama, bukan hanya pada umat Nabi Muhammad terdahulu dan sekarang, tapi jauh sebelumnya, baik orang beriman atau orang yang tidak beriman bersifat tidak acuh terhadap al-Qur’an, dan ketidakacuhan itu membuat Nabi mengadukannya kepada Allah SWT. Lalu pertanyaannya, apakah kita termasuk orang yang tidak mengacuhkan al-Qur’an? Allahummahdina warhamna bil qur’an….