Gema 23 Mei 2018
Saudaraku selama hidup di dunia ini, pernahkah terlintas akan bertemu dengan Nabi Musa? Kalau saya jangankan bertemu, bermimpi saja belum pernah. Anda, bagaimana? Insyaallah jawabannya, sama; sama-sama belum pernah bertemu atau bermimpi bertemu dengan Nabi Musa. Nah kali ini, melalui ibadah malam ketujuh terutama dengan mendirikannya shalat tarawih, kita akan memperoleh keutamaan bertemu dengan Nabi Musa as dan bahkan bersamanya melawan memerangi Fir’aun dan Haman.
Terdapat tiga personifikasi dalam diskusi kali ini, yaitu Musa di satu sisi dan selainnya (Fir’aun dan Haman) di sisi antitesisnya.
Nabi Musa as adalah salah seorang rasul utusan Allah yang mendapatkan julukan Kalimullah yakni “orang yang diajak bicara oleh Allah”. Bahkan tidak jarang beliau melakukan dialog dengan Allah.
Saat Israk Mikraj, ketika sampai di langit keeenam, Nabi Muhammad saw bertemu dengan melihat Musa dan menceritakan bahwa Nabi Musa memiliki postur tinggi dan kekar, berambut lebat, memiliki jenggot putih panjang menutupi dadanya, rambutnya hampir menutupi badannya dan sembari memegang tongkat.
Seorang nabi merupakan sumber kebaikan dan kebajikan, sehingga orang-orang yang bersama mengikuti jejak perjuangannya akan berada dalam kebaikan dan kebajikan. Inilah yang dimaksudkan bahwa orang-orang beriman yang mendirikan ibadah malam keenam Ramadhan memperoleh keutamaan seumpama bertemu Nabi Musa dan bersamanya berjuang memerangi Fir’aun dan Haman.
Fir’aun sebagai personifikasi yang melambangkan sifat kekuasaan yang dzalim dan takabur; dan Haman sebagai personifikasi pejabat (keagamaan) yang gemar menjilat
Dengan demikian tentu kita nensyukuri karunia seumpama bertemu dan bersama Nabi Musa menersngi Fir’aun dan Haman yang disediakan oleh Allah.
Pertama, meyakini sepenuh hati bahwa sifat-sifat kenabian yang cerdas holistik, amanah, shidiq dan tablig yang diperankan oleh para rasul Allah menjadi keteladanan sepanjang masa yang senantiasa diuji coba dan dihadapkan perjuangan melawan dengan sifat-sifat despostik seperti yang diperankan oleh Fir’aun dan sifat suka menjilat yang dioerankan oleh Haman.
Kedua, bersyukur dengan memperbanyak ucapan alhamdulillahirabbil ‘alamin Allah telah mengaruniakan hamba-hambaNya berada dalam kebaikan dan kebajikan yang senantiasa memerangi sifat despostik dan menjilat serta korup.
Ketiga, bersyukur dengan langkah konkret, di antaranya dengan tetap berusaha mengukuhkan sifat-sifat kenabian (FAST, fathanah, amanah, shidiq dan tablig) dalam kehidupan seraya berusaha semaksimal mungkin untuk memerangi sifat sombong, takabur, sifat suka menjilat, dan sifat-sifat tercela lainnya terutama yang ada pada pribadi masing-maisng.
Previous ArticleMensyukuri Baitul Makmur
Next Article Mensyukuri Keutamaan Nabi Ibrahim
Related Posts
Add A Comment