Gema, 24 April 2018
Oleh Dr. Sri Suyanta (Wakil Dekan I Fakultas Tarbiyah dan Keguruan UIN Ar-Raniry)
Saudaraku, setelah memaksimalkan dalam berdoa dan berusaha memenuhi pendidikan anak selagi masih di dalam kandungan yang berlangsung sekitar sembilan bulan, kebahagian keluarga akan menjadi lebih sempurna dengan datangnya saat kelahiran anak tercinta.
Oleh karena itu, hari ini kita mengingat kembali tentang akhlak mensyukuri kelahiran.
Pertama, meyakini sepenuh hati bahwa kelahiran merupakan bagian siklus kehidupan yang dianugrahkan oleh Allah kepada hamba-hamba pilihanNya. Terdapat minimal tiga alasan mengapa kelahiran merupakan karunia tak terhingga, yaitu senantiasa meniscayakan harapan, tambahnya kebaruan, dan yang paling penting kelahiran anak dapat mendatangkan kebahagiaan.
Sebagai ilustrasi dengan adanya kelahiran atau munculnya organisasi baru, partai baru, desa baru, kecamatan baru, kabupaten baru, provinsi baru, negara baru, pasti menyertakan segudang harapan yang membahagiakan atau akan membahagiakan. Apalagi bila realitas selanjutnya benar-benar menjadi kenyataan yang membahagiakan. Inilah berkah lahir dan kelahiran. Makanya kemudian hari kelahiran sering dikenang dan diperingati dengan ragam acara seperti perayaan hari ulang tahun (HUT), maulud, milad, hari jadi atau istilah semakna lainnya. Saya pikir ini termasuk ranah mubah, apalagi dalam penyelenggaraannya selalu diingatkan bahwa misi kelahirannya adalah harus membahagiakan, untuk menebar kemaslahatan dan untuk mengabdi pada Ilahi.
Begitu juga halnya kelahiran seseorang ke dunia ini, ia direncanakan, ia dinaungi dalam ikatan yang suci yaitu pernikahan, ia diusahakan, ia didamba-dambakan dan ia dinanti-nantikan terutama oleh kedua orangtuanya dan keluarga besarnya. Untuk mendapatkan karunia anak ini juga tidak jarang telah menyita banyak perhatian, banyak pengorbanan, dan penuh perjuangan. Itupun belum tentu mendapat keberkahan dengan hadirnya seorang anak. Ketika pada saatnya Allah memberi karunia dengan tanda-tanda yang tidak bisa disembunyikan, maka suami calon ayahnya, isteri calon ibunya dan keluarga besarnya terus mensyukurinya sampai benar-benar sibayi lahir ke dunia ini.
Dalam praktiknya, cobalah perhatikan bagaimana seorang suami atau anggota keluarga besarnya yang tengah menunggu persalinan istri atau bagian keluarganya. Mereka semua dalam penantian, harapan, keingintahuan, bahkan juga diliputi kecemasan sembari terus berdoa, sementara isteri tengah berjuang bahkan tidak jarang ”meregang nyawa’ saat persalinannya’. Tetapi suasananya kemudian berubah, menjadi suka cita bahagia dan seolah terbayar sudah dengan terdengarnya tangisan khas pertanda sibayi telah lahir. Mendengar tangisan pertama kita justru malah tertawa bahagia. Alhamdulillah, tahniah dan doa kemudian dipanjadkan sebagai rasa syukur pada Allah Yang Maha Mengaruniai.
Ketika kelahiran dan eksistensinya di sini bisa terus menebar kemaslahatan dan senantiasa membahagiakan, maka keberkahannya semakin nyata. Oleh karenanya layak disyukuri, sehingga karunia kebahagiaan yang dirasakannya terus bertambah-tambah.
Kedua, bersyukur dengan memperbanyak lafal alhamdulillahirabbil’alamin, apalagi saat mengetahui atau mendengar kelahirannya ke dunia ini.
Ketiga, persalinannya sebaiknya dilakukan secara alamiah, baik dengan bantuan dokter maupun bidan, kecuali ada alasan yang kuat dengan cara selainnya. Mengapa diingini secara alamiah, karena di antaranya alasan kefitrahan perempuan, mengandung, melahirkan dan menyusui.
Keempat, menyambut kelahiran bayi dengan mesra penuh kelembutan sembari memotong tali pusat dan membiarkan sibayi mencari jalan sumber makanan dan minumannya melalui susuan pertama dari ibunya. Apalagi pengalaman ekstrem baru saja dilaluinya, dari keserbanyamanan di rahim ke suasana terbuka dan panas yang berbeda sama sekal dengan masa rahim sebelumnya.
Kelima, pertama sekali memperdengarkan adzan atau doa-doa dan kalimat tauhid lainnya kepada bayi yang barusaja dilahirkan. Harus diingat bahwa ucapan dan ikrar tauhid iniakan menentramkan hatinya seksligus sebagai media untuk kesaksian ketauhidan yang telah dipersaksikan di alam dzuriat sebelumnya.
Keenam, menyelenggarakan akikah dengan menyembelih kibas atau kambing seekor untuk anak perempuan atau dua ekor untuk anak laki-laki di hari ketujuh, atsu ke-14, atau ke21 atau selagi memiliki kemampuan untuknya.
Kelima, menyempurnaan dalam menyusui anak selama dua tahun (duapuluh empatbulan) penuh, sebelum menyapihnya. Allah berpesan, para ibu hendaklah menyusukan anak-anaknya selama dua tahun penuh, yaitu bagi yang ingin menyempurnakan penyusuan. (Qs. Al-Baqarah 233)
Previous ArticleMensyukuri Kandungan
Next Article Mesyukuri Remajanya Anak
Related Posts
Add A Comment