Dari Umar bin Al Khathab r.a. sesungguhnya Nabi SAW bersabda : Evaluasilah dirimu sebelum dievaluasi orang, timbanglah dirimu sebelum ditimbang orang lain. Sesu

Penceramah Masjid Raya Baiturrahman
ngguhnya semudah-mudah evaluasi terhadapmu nanti (di akhirat) apabila kamu sempat mengevaluasi dirimu hari ini (sekarang) (H.R. Imam Ahmad).
Tujuan hidup hamba untuk mengabdi kepada sang Pencipta. Pengabdian hamba selalu diberi imbalan bagi yang melakukan perintah-Nya dan akan menilai perbuatan jahat hamba dengan ancaman azab. Allah SWT tidak bakal mengazab hamba-Nya yang berbuat salah selama tidak sampai kepadanya dakwah Nabi SAW atau pun para Mubaliqh yang menggantikan kedudukan para Nabi dan Rasul-Nya.
Manakala seorang hamba beramal haruslah menjaga amalannya itu apakah amalan itu benar ataukah ada yang salah, meleset ataupun keliru dengan bermuhasabah atau mengevaluasi amalan sebelum ataupun setelah dikerjakan secara cermat dan teliti karena amalan hamba di hari qiamat akan dihitung dan dievaluasi oleh Allah SWT, ….. semuanya tercatat dengan rapi oleh Malaikat-Malaikat Allah dalam catatannya yang tidak mungkin seorang hamba mengelaknya.
Saat itu semua anggota tubuh hamba memberi kesaksian terhadap apa yang telah dikerjakan oleh anggota tubuh, Allah SWT berfirman : Pada hari ini (dihitung dan dievaluasi amal) Kami tutup mulut mereka, tangan mereka akan berkata kepada Kami dan kaki mereka akan memberi kesaksian terhadap apa yang dahulu mereka kerjakan (Q.S. Yasin [36] : 65). Dacing (timbangan) dan evaluasi Allah SWT terhadap hamba-Nya sangat akurat dan adil, sebagaimana firman-Nya :
Dan Kami akan memasang timbangan yang tepat pada hari qiamat maka tidak seorangpun dirugikan walaupun sedikit sekalipun hanya sebesar biji sawi (atom) pasti kami mendatangkannya (pahala) dan cukuplah Kami yang membuat perhitungan (evaluasi dan muhasabah) (Q.S. Al Anbiya [21] : 47). Ini adalah muhasabah (evaluasi) Allah SWT di akhirat kelak. Marilah masing-masing hamba mengevaluasi diri sebelum Allah SWT mengevaluasi (memuhasabah) walaupun tidak secermat evaluasi Allah SWT.
Untuk mengevaluasi diri maka memposisikan diri sebagai hamba yang pertama, harus berbuat, berusaha dan beramal shalih. Kedua, Perbuatan dan amalannya haruslah terencana dan terukur serta dilakukannya dengan penuh muraqabah (kehati-hatian), tidak terjadi penyimpangan dan kekerasan, berjalan di atas rel sesuai tuntunan dan tuntutan agama. Ketiga, melakukan evaluasi terhadap hasil kerja, usaha dan amalan sehari-hari
Di saat seseorang berbuat, beramal shalih dan usaha apa saja baik bersifat pribadi, keluarga dan urusan sosial, politik, ekonomi berbagai amalan lainnya maka yang berfungsi adalah 2 komponen dasar atau pokok yaitu : jasmani dan rohani. Jasmani berupa hissy atau indera, rasa dan sentuhan sedangkan rohani dalam bentuk akal dan jiwa, daya nalar, fithrah atau naluri yang diberikan kepada setiap manusia normal.
Jiwa, akal serta raga atau anggota tubuh dan indera manusia harus bekerjasama dalam bertindak. Jiwa dan akal harus memelihara harus memelihara indera manusia yang tujuh macam yaitu : mata, mulut, telinga, hidung, tangan, kemaluan dan kaki. Ini semua merupakan instrumen yang kadangkala dapat memperoleh kemenangan dan mencelakakan. Meremehkan anggota-anggota yang tujuh macam itu dapat mencelakakan adalah sumber kejahatan namun memelihara dan melindunginya akan mendatangkan keberuntungan adalah sumber segala kebaikan.
Dalam muhasabah diri kedua macam komponen harus sinkron dan saling terkait. Jiwa, akal, naluri dan daya nalar dapat berfungsi baik terhadap anggota/raga yang 7 macam maka akan diperoleh keberuntungan dan perbuatan yang sempurna. Inilah bentuk muhasabah diri yang akan berfungsi dan harus berjalan sepanjang usia manusia.[]