Khatib Dr.Tgk.H.Abdul Gani Isa, S.H, M.Ag, Anggota MPU Aceh
Tanpa terasa kita sudah berada di penghujung 2022, beberapa saah lagi segera memasuki tahun 2023 masehi. Terasa singkatnya waktu ini, hampir-hampir tak terselesaikan pekerjaan yang menjadi tugas rutinitas keseharian kita. Nabi Nuh AS, yang diberi umur panjang 950 tahun, juga terasa singkat tinggal di bumi ini. Ketika Malaikat menanyakan kepadanya, bagaimana perasaanmu Nuh dengan umurmu yang panjang. Nuh AS menjawab, “Tidaklah lama sekalipun Allah memberikan aku umur yang panjang”. Hidup ini sangatlah singkat, seperti orang masuk rumah, masuk dari pintu depan, ya, ke luar lewat pintu belakang. Demikianlah tamsil singkatnya hidup di dunia ini.
Nabi Ya’kob AS, juga pernah protes kepada Malaikat Pencabut Nyawa saat datang kepadanya, kenapa kamu tidak pernah memberitahukan kehadiranmu. Malaikat sebagai utusan Allah mengatakan kepada Ya’kob yang sedang terbujur di tempat pembaringannya, “sudah! Wahai nabiyullah. Ingat, dulu kamu sehat, kuat, tegap, hari ini kamu tidur tak berdaya lagi, tulang-tulang dan ototmu melemah tak berdaya; Ingat, dulu matamu terang melihat, hari ini jadi rabun tak bisa lagi melihat sekalipun dekat denganmu; Ya’kob ingat rambutmu dulu hitam pekat, sekarang jadi putih beruban, semua sudah diinformasikan, namun kamu tak peduli dengan itu semua.”
Pergantian tahun juga bisa dijadikan momen penting merenungkan apa-apa yang telah berlalu dalam hidup kita selama setahun ini. Muhasabah menilai diri sendiri. Apakah dirinya lebih banyak berbuat baik (beribadah) ataukah malah lebih banyak berbuat jahat (bermaksiat) dalam kehidupan sehari-hari. Apakah hari ini sudah melakukan banyak kebajikan atau kejahatan! Seberapa banyak kejahatan yang kita lakukan? Seberapa banyak pula kebaikan yang kita perbuat? Berapa kali membuat kesalahan dan berapa kali pula kita beristighfar, meminta ampunan kepada Allah SWT.
Minimalnya ada tiga tujuan: disatu sisi untuk kita syukuri, disisi lain untuk kita istighfari, dan di sisi yang lainnya lagi untuk kita ambil ‘ibrah dan pelajaran darinya bagi masa depan kita yang lebih baik. Ya, terhadap segala hal baik, positif dan konstruktif, serta beragam kenikmatan tak terhingga yang telah kita terima dalam hidup selama setahun berlalu ini, semua itu wajib kita syukuri. Disertai harapan semoga Allah SWT, mempertahankannya bahkan menambah dan meningkatkannya bagi kita. Sedangkan untuk segala hal buruk, negatif, destruktif, dosa dan kemaksiatan yang juga tak terhitung dalam kurun usia setahun yang lalu, maka kita wajib bertaubat darinya dengan taubatan nashuha dan beristighfar atasnya dengan istighfar yang sejujur-jujurnya dan setulus-tulusnya.
Adapun terhadap semua kondisi yang kita terima, hadapi dan alami, selama setahun berlalu, merupakan dinamika hidup berupa: sukses dan gagal, untung dan rugi, sehat dan sakit, naik dan turun, bangun dan jatuh, dan seterusnya, maka mari kita bijak dan tepat dalam mengambil ibrah dan pelajaran sebanyak-banyaknya dari semuanya, untuk kepentingan dan kemaslahatan hidup kita di masa mendatang yang lebih baik, lebih positif, lebih konstruktif dan lebih gemilang.
“Imam Ahmad dalam kitab Az Zuhud dan at-Tirmidziy dalam Sunan-nya meriwayatkan secara mauquf dari Umar ibn Khatthab ra, yang mengatakan: ”Hisablah dirimu sebelum kamu dihisab dan timbanglah amalmu sebelum kamu ditimbang nanti dan bersiap-siaplah untuk hari menghadap yang paling besar (hari menghadap Allah)”. Pada hari itu kamu dihadapkan (kepada Tuhanmu), tiada sesuatupun dari keadaanmu yang tersembunyi (bagi Allah)“. (QS Al-Haqqah: 18). Firman Allah SWT yang artinya: “Telah dekat kepada manusia hari menghisab segala amalan mereka, sedang mereka berada dalam kelalaian lagi berpaling (daripadanya).” (QS Al-Anbiyaa’: 1).
Bagaimana seharusnya seorang muslim atau keluarga muslim secara khusus dan umat Islam secara umum menyikapi fenomena pergantian tahun ini?
Pertama, mari memanfaatkan fenomena pergantian waktu: siang-malam, mingguan, bulanan, tahunan dan seterusnya, yang merupakan bagian dari tanda-tanda kebesaran dan kekuasaan Allah, untuk melakukan hal-hal yang semakin mendekatkan diri kita kepada-Nya, seperti dengan banyak ber-tafakkur dan berzikir mengingat muraqabatullah (pengawasan Allah) terhadap segala prilaku kita dalam hidup ini. Dan bukan justru untuk merayakannya dengan cara-cara yang berlebih-lebihan, penuh kesia-siaan, apalagi penuh dengan aksi “demonstrasi” dosa dan kemaksiatan, yang semakin membuat kita lupa, lalai dan menjauh dari Allah SWT.
Seluruh bentuk hura-hura penyambutan tahun baru miladiyah, di samping adalah sikap meniru-niru kebiasaan buruk dan budaya negatif umat lain, yang tidak sejalan dengan ajaran Islam, karena akan menghapus identitas keislaman ummat Nabi Muhammad SAW atau setidaknya memburamkannya. “Barangsiapa yang meniru-niru/menyerupai suatu kaum (dalam hal-hal yang tak dibenarkan), maka berarti ia telah menjadi bagian dari kaum itu”. (HR Abu Dawud dan Ahmad).
Kedua, setiap orang Islam, dalam segala kondisi, situasi dan waktu, wajib senantiasa dengan bangga mempertahankan identitas keimanannya dan menunjukkan jati diri keislamannya. Oleh karenanya, hendaklah setiap keluarga muslim waspada dengan menjaga anggotanya agar tidak terbawa arus budaya jahiliyah dalam merayakan momen pergantian tahun masehi dan menyambut Natal. Karena itu, semua hanya akan menggerus akidah, melunturkan keimanan dan mengikis identitas keislaman. “Dan jika mereka berpaling, maka katakanlah (dengan bangga) kepada mereka: “Saksikanlah, bahwa kami adalah orang-orang Islam (yang berserah diri kepada Allah)”. (QS Ali Imran: 64)
Ketiga, dengan berakhirnya tahun 2022 masehi dan hadirnya tahun baru 2023 masehi, berarti telah bertambah satu tahun lagi usia masing-masing kita. Dan sebagai kaum beriman, itu harus kita pahami dan sikapi sebagai bertambah banyaknya nikmat umur dalam hidup yang yang akan kita pertanggung jawabkan kelak di hadapan Allah di akhirat. “Tidak akan bergeser kedua telapak kaki seorang hamba dari pengadilan Allah dihari kiamat sampai ia ditanya tentang umurnya, dihabiskan untuk apa, tentang ilmu pengetahuannya, apa yang telah diamalkan darinya, tentang hartanya dari mana didapat dan untuk apa dibelanjakan, serta tentang raganya, untuk apa digunakan “ (HR At-Tirmidzi).
Disisi lain bertambahnya umur juga berarti berkurangnya waktu dan kesempatan kita untuk beramal dan berkarya di dunia ini, sebagai investasi dan bekal bagi kehidupan akhirat nanti dan juga berarti waktu kita menjemput kematian yang pasti datang dan kembali ke haribaan Allah, telah semakin pendek dan dekat. Perenungan dan muhasabahnya disini adalah: sudahkan kita benar-benar siap untuk menghadapinya?
Keempat, akhirnya, mari berazam bersama –dengan izin dan taufiq Allah– untuk menjadikan tahun 2023 msehi, sebagai tahun pembaruan iman, ilmu, amal, moral dan mentalitas yang lebih syar’i dan islami. Juga mari bertekad bersama –dengan izin dan taufiq-Nya– untuk menjadikan tahun baru ini, sebagai tahun perubahan positif dan konstruktif bagi diri masing-masing, sebagai tahun berhijrah dari segala bentuk fahisyah dan munkar, baik kita secara khusus, keluarga kita, masyarakat, bangsa dan negara, sehingga dengan demikian insya Allah bangsa kita akan tampil lebih terhormat dan bermartabat, serta ummat kita akan lebih eksis sebagai ummat yang berjaya.
“Mankana yaumuhu khairan min amsihi fahua rabih; mankana yaumuhu mitsla amsihi fahua khasir; wamankana yaumuhu syarrun min amsihi fahua mal’un”.