Khatib: Dr. Tgk H Agusni Yahya, MA, Dosen UIN Ar Raniry Darussalam Banda Aceh
Dari mimbar Jum`at yang mulia ini, saya mengajak diri saya sendiri dan jama`ah Jum`at sekalian untuk meningkatkan kualitas iman dan taqwa dengan senantiasa mengerjakan segala perintah Allah dan meninggalkan segala laranganNya. Dengan iman dan taqwalah kita selamat dalam menjalani hidup di dunia ini dan selamat pula di negeri akhirat nanti.
Marilah kita sanjungkan shalawat dan salam kepada Nabi Muhammad saw yang telah memerdekakan ummat manusia dari tatanan hidup jahiliyah kepada ajaran Islam yang penuh hidayah, rahmah, ‘adalah, musawah dan ukhuwwah.
Pada suatu kesempatan, Rasulullah saw berdialog dengan para sahabatnya dengan cara melontarkan sebuah pertanyaan bentuk rethorical question kepada sahabat. Artinya, jawaban atas pertanyaan Rasul ini sudah disiapkan sendiri oleh Rasul. Dialog ini adalah untuk memberi tausiah/pengajaran/bimbingan kepada para sahabat tentang keadaan manusia pada hari ditimbang amalnya di hari akhirat, yaum al-hisab. Dialog ini terdapat di dalam hadis riwayat Imam Muslim, Imam Ahmad dan yang lainnya yang berasal dari Abu Hurairah.
Dialog dalam hadis tersebut adalah:
Sesungguhnya Rasulullah saw bertanya: “Tahukah kalian siapakah yang dinamakan orang bangkrut? Mereka, para sahabat, menjawab: “Orang bangkrut menurut pendapat kami ialah mereka yang tidak mempunyai uang dan tidak pula mempunyai harta benda.
Jawaban seperti itu menurut Rasulullah saw. adalah jawaban bernuansa ekonomi dalam dunia bisnis dan bersifat duniawi. Oleh karena itu, Rasul saw perlu mengajak para sahabat untuk mengetahui bahwa al-muflis atau kebangkrutan bisa terjadi tidak hanya dalam bidang ekonomi bisnis, tetapi ada yang lebih penting dan lebih dahsyat lagi, yaitu bangkrut dalam bidang agama, dalam hal timbangan amal manusia di negeri akhirat.
Karena jawaban para sahabat tentang al-muflis/bangkrut hanya yang bersifat duniawi, maka Rasul saw pun menjelaskan bahwa makna al-muflis (bangkrut) yang sesungguhnhya, yaitu:
Nabi menjelaskan: “Sesungguhnya orang bangkrut dari umatku ialah mereka yang datang pada hari kiamat dengan membawa amal kebaikan dari shalat, puasa, dan zakat. Tetapi mereka dahulu pernah mencaci maki orang lain, menuduh orang lain secara sembarangan, memakan harta orang lain, menumpahkan darah orang lain dan memukul orang lain. Maka kepada orang yang mereka zalimi itu, masing-masing satu persatu, semuanya diberikan pahala amal baiknya dari pahala ibadat shalat, zakat, puasa dan lain-lain. Apabila amal baik mereka telah habis sebelum hutangnya lunas, maka diambillah dosa orang yang dizalimi itu dan diberikan atau dipikulkan kepada mereka yang menzalimi; sesudah itu, mereka pun dilemparkan ke dalam neraka.”
Hadis ini adalah untuk menyadarkan kita bahwa hubungan baik manusia dengan Allah swt lewat ibadah mahdhah, belumlah memberikan jaminan bahwa kita dengan mudah masuk syurga, jika tidak diimbangi dengan hubungan baik kita dengan sesama manusia. Ibadah shalat, puasa, zakat, dan ibadah haji memang memberikan pahala besar di sisi Allah swt. Tetapi sebagaimana hadits ini, kelak di yaumul hisab atau hari perhitungan, dikarenakan kesalahan menyakiti hati/menzalimi orang lain dengan mencaci maki, menuduh sembarangan, memfitnah, memakan harta orang lain seperti mencuri/korupsi, membunuh secara tidak sah, melukai atau menyakiti orang lain baik secara fisik maupun non-fisik, menyebabkan pahala dari ibadah-ibadah tersebut habis untuk diberikan kepada orang-orang yang telah kita zalimi. Akhirnya, yang tinggal adalah dosa-dosa tanpa pahala sedikitpun. Maka inilah yang menyebabkan kita akan dilemparkan ke dalam neraka. Orang seperti inilah yang disebut orang muflis/failit/bangkrut dalam agama di hari perhitungan amal , yaum al-hisab/yaum al-din/yaum al-jaza’ sebagaimana yang dijelaskan oleh Rasulullah saw dalam hadits ini.
Melakukan kezaliman terhadap sesama manusia bukanlah persoalan sepele karena urusannya bisa sampai ke akhirat. Allah selalu memperhatikan dan memperhitungkan setiap kezaliman manusia atas saudaranya sebagaimana disebutkan dalam sebuah hadits marfu’ yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik:
“Adapun kezaliman yang tidak akan dibiarkan oleh Allah adalah kezaliman manusia atas manusia lainnya hingga mereka menyelesaikan urusannya.”
Dari hadis ini Rasulullah mengingatkan bahwa Allah tidak membiarkan seseorang yang melakukan kezaliman sampai orang tersebut menyelesaikan perkara kezaliman tersebut, misalnya dengan konpensasi tertentu dan/atau meminta maaf kepada pihak yang dizalimi semasa ia masih hidup. Apabila hal ini tidak dilakukan hingga masing-masing meninggal dunia, maka Allah akan memperhitungkannya di akhirat kelak.
Dalam hal ini Rasulullah juga bersabda:
Rasulullah saw bersabda: siapa saja yang melakukan kezaliman terhadap saudaranya baik menyangkut kehormatannya atau dalam bentuk apa saja, maka hendaklah ia memohon maaf selagi ia masih hidup di dunia ini, sebelum datang masa dimana tidak berguna dinar dan dirham (hari akhirat). Di hari akhirat, orang yang memiliki amal salih, amal itu diambil/dikonversi setimpal dengan dosa kezaliman yang ia lakukan. Apabila amal baik mereka telah habis sebelum hutangnya lunas, maka diambillah dosa orang yang dizalimi itu dan diberikan/dipikulkan kepada mereka yang menzalimi.
Hendaknya kita sebagai seorang muslim selalu menjaga lisan kita, karena dengan lisan dan atau tulisan kita secara mudah menyakiti orang lain.
Allah berfirman,
“Dan orang-orang yang menyakiti orang-orang mu’min dan mu’minat tanpa kesalahan yang mereka perbuat, maka sesunguhnya mereka telah memikul kebohongan dan dosa yang nyata” (Al-Ahzab: 58).
Adapun orang-orang yang berhasil menjaga lidah dan menjaga kemaluannya, mereka dijamin mendapat syurga oleh Nabi saw. sebagaimana sabdanya:
“Barangsiapa bisa memberikan jaminan kepadaku (untuk menjaga) apa yang ada di antara dua janggutnya dan di antara dua kakinya, maka kuberikan kepadanya jaminan masuk surga” (HR. Bukhari).
Oleh karena itu, dalam rangka mencegah terjadinya kebangkrutan amal di negeri akhirat, agar pahala dari ibadah-ibadah yang kita lakukan tidak ludes oleh dosa-dosa akibat kezaliman-kezaliman kita kepada orang lain, maka marilah kita bersikap hati-hati kepada siapa saja dengan menjaga lisan, tangan dan anggota badan lainnya. Pahala-pahala dari berbagai ibadah mahdhah seperti shalat, zakat, puasa, haji, belum tentu cukup sebagai bekal kita di akhirat sebelum ada kepastian bahwa saudara-saudara kita sesama manusia selamat dari lisan dan tangan kita dari kezaliman-kezaliman kita terhadap mereka.
Mudah-mudahan kita semua senantiasa diberi kekuatan oleh Allah swt untuk mampu menjaga lisan, tangan dan anggota tubuh lainnya dari melakukan perbuatan-perbuatan yang menzalimi sesama manusia seperti: menyakiti hati orang lain, mencaci maki, memfitnah dan menuduh tanpa bukti, mengambil hak orang lain seperti mencuri dan korupsi, membunuh secara tidak sah, menyakiti secara fisik, dan sebagainya. Dengan cara ini semoga kita semua selamat dari predikat orang-orang muflis/failit/bangkrut di hari akhirat. Amin…!