Gema JUMAT, 12 AGUSTUS 2016
Oleh : Murizal Hamzah
Rabu depan, 17 Agustus, rakyat Indonesia merayakan HUT RI. Momentum itu harus dicari dan dilaksanakan. Begitulah takdir sejarah bahwa Proklamasi Indonesia dilakukan pada Jumat 17 Agustus 1945. Hal ini tidak datang tiba-tiba. Semua melalui rangkaian peristiwa yang saling berkait.
Detik perubahan di Indonesia meledak pada awal Agustus 1945. Diawali dari bom atom yang dijatuhkan oleh Amerika dan sekutunya di Hiroshima pada Senin, 6 Agustus 1945 dengan pesawat pembom Enola Gay berkekuatan 20 ribu ton TNT. Tiga hari kemudian, bom serupa dijatuhkan di Nagasaki pada Kamis, 9 Agustus 1945. Pesawat pembom Grande Artiste memaksa Jepang mengakhiri Perang Pasifik (1941-1945) yang mengubah peta politik dunia. Dua bom ini mengakhiri Perang Dunia II.
Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu pada Selasa, 14 Agustus 1945. Dua bom itu sebagai balasan atas serangan Jepang terhadap pangkalan laut Pearl Harbour milik Amerika di Pulau Oahu, Hawaii, Honolulu. Masih pada tanggal 14 Agustus 1945, Presiden Amerika ke 33 Harry S. Truman dan Perdana Menteri Inggris Clement Attlee mengumumkan ke seluruh dunia bahwa Jepang menyerah sehingga kosong kekuasaan di seluruh Asia Tenggara termasuk Indonesia. Esoknya, 15 Agustus 1945, Kaisar Hirohito melalui radio mengumumkan Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu.
Indonesia mencuri momentum kekosongan penjajah. Sukarno menandatangani teks proklamasi pukul 02.00 dini hari 17 Agustus 1945. Sekitar pukul 10.00 pagi Jumat, 17 Agustus 1945 di Jalan Pegangsaan Timur No. 56 Jakarta, Sukarno membaca teks proklamasi. Pejuang kemerdekaan Otto Iskandardinata mengusulkan Sukarno sebagai presiden dan Mohammad Hatta sebagai wakil presiden. Tidak ada resepsi atau makan minum usai pembacaan itu sebab sedang berpuasa hari ke 8 Ramadhan 1364 H.
Sukarno yang mengalami malaria, suhu badannya tinggi dan sangat lelah setelah begadang bersama sahabatnya menyusun naskah proklamasi di rumah Laksamana Maeda. Pagi Jumat, Bung Karno dibangunkan dr Soeharto, dokter pribadinya. Kemudian darahnya dialiri chinineurethan intramusculair dan minum pil brom chinine. Lalu Sukarno tidur lagi.
Pukul 09.00, Bung Karno bangun. Berpakaian rapi putih-putih dan menemui Bung Hatta. Tepat pukul 10.00, keduanya membaca teks kemerdekaan dari serambi rumah.
“Demikianlah Saudara-saudara! Kita sekalian telah merdeka!”, ujar Bung Karno di hadapan segelintir patriot-patriot sejati. Mereka lalu menyanyikan lagu kebangsaan sambil mengibarkan bendera pusaka Merah Putih. Setelah upacara yang singkat itu, Bung Karno kembali ke kamar tidurnya untuk tidur karena meriang.
Esoknya, Sabtu, 18 Agustus 1945, Jepang mengumpulkan opsir-opsir Indonesia di Gyugun,
Heiho dan Hikoya Tokubetsu bahwa organisasi militer itu dibubarkan dan anggota dikembalikan ke kampung masing-masing dengan menyerahkan senjata kepada
Jepang. Berakhirnya Perang Dunia II (1939-1945) melahirkan negara baru seperti Indonesia yang tahun 1945 berpenduduk 70 juta jiwa dan Aceh berpenduduk 1,2 juta jiwa. Panitia persiapan kemerdekaan Indonesia memutuskan delapan provinsi pada tanggal 19 Agustus 1945
Genderang proklamasi di Jakarta merayap ke Aceh. Siapa yang pertama mendengar kabar proklmasi di Aceh? Adalah Abdullah Hussain yang mengetahui melalui radio di Aceh Timur
dan menyampaikan kepada Teuku Nyak Arif di Kutaraja. Pada tanggal 21 Agustus 1945 Teuku Nyak Arif, Teuku Panglima Polim Mohammad Ali dipanggil oleh Cokang S. Lino ke kantornya yang menerangkan bahwa Jepang telah berdamai dengan sekutu. Sebutan senada dimuat di koran Atjeh Sinbun bahwa Jepang sudah berdamai dengan Sekutu. Bukan menyerah. Kemudian, pesawat tempur Sekutu menjatuhkan selebaran di Kutaraja dan kota-kota lain di Aceh pada tanggal 27 Agustus 1945 yang berisi bahwa perang telah selesai dengan Jepang menyerah tanpa syarat kepada Sekutu.
Ketika itu, setiap warga bertemu menyapa dengan teriakan merdeka merdeka merdeka. begitulah gelora semangat bebas dari Jepang.
17 Agustus 1945 adalah proklamasi Indonesia merdeka. Belanda mengakui Indonesia merdeka pada Selasa, 27 Desember 1949. Bukti pengakuan secara hukum bisa disimak pada putusan Pengadilan Den Haag yang memutuskan Belanda bersalah melakukan pembunuhan massa sekitar 400 warga sipil di Rawagede, Karawang yang dilakukan pada 9 Desember 1947. Dalam amar putusan itu, Belanda telah membunuh rakyatnya, bukan rakyat Indonesia. Maka, Belanda wajib membayar kompensasi kepada keluarga korban.
Begitulah perjalanan hidup anak bangsa yang sudah berjalan 71 tahun. dengan segala kelebihan dan kekurangan, negeri ini harus dibangun dengan semangat kebersamaan.
Previous ArticleAntrian Haji Aceh 21 Tahun
Next Article WASIAT NABI KEPADA KETURUNANNYA
Related Posts
Add A Comment