Isra Miraj atau perjalanan Nabi Muhammad SAW menembus langit ketujuh terjadi pada suatu malam tanggal 27 Rajab. Di sisi lain, sebenarnya Isra dan Miraj merupakan dua peristiwa berbeda. Namun, karena dua peristiwa ini terjadi pada waktu yang bersamaan, maka disebutlah Isra’ Mi’raj.
Isra merupakan perjalanan Nabi Muhammad dari Masjidil Haram di Mekah menuju Masjidil Aqsa di Jerusalem. Sementara, Miraj adalah perjalanan Nabi dari bumi menuju Sidratul Muntaha, langit ke tujuh yang merupakan tempat tertinggi.

Ustadz Dr. Abizal M. Yati, Lc, MA, menyebutkan Peristiwa isra’dan mi’raj terjadi pada bulan rajab, Imam Nawawi Rahimakumullah juga menyebutkan bulan ra’jab, ulama lain isra’ mi’raj terjadi pada bulan Ramadhan dan Zulkaidah dan lainnya, yang juga diamalkan oleh masyarakat Indonesia.
Dalam ceramah Ustadh Abizar M Yati pada 26 Rajab 1443 H, Sabtu (27/2) di Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, ia menjelaskan bahwa isra’ arti perjalanan darat dari Masjidil Haram ke Masjidil Aksa di Palestina dalam waktu semalam, sehingga membuat orang kafir tidak percaya karena jarak tempuh dengan menggunakan unta dari Mekah ke Palestina membutuhkan waktu satu bulan atau satu jam dengan naik pesawat. Sementara mi’raj artinya mendaki. Perjalanan ini tidak terlepas dari pejalanan Rasulullah Saw, di Kota Makkah yang pertama disokong oleh pamannya Abu Taleb dan istrinya Khadijah.
“Kalau nabi dimikrajkan karena spikologis beliau saat itu sedang terguncang akibat ummat menolak dakwah beliau dan beliau dalam keadaan kacau-balau, ditambah paman dan istri yang dicintainya meninggal dunia, setelah beliau menerima shalat sampai ke bumi dengan shalat masalahnya selesai. Jadi, ketika beliau ada masalah beliau selalu shalat maka persoalannhya selesai,” jelas Abizar M Yati.
Hal itu berbeda jauh dengan dakwah kita saat ini banding Abizar, kita berdakwah dalam gedung ber-AC sementara nabi berceramah dalam kondisi berdarah karena dilempar batu oleh orang-orang kafir.
Tujuan Allah mengisrak-kan nabi Muhammad saw bukan hanya sekedar menggembirakan rasul, tetapi juga memberikan hadiah shalat lima waktu sehari semalam, yang diawalnya 50 waktu sehari semalam kemudian diminta kurang oleh nabi Muhammad Saw. “Jika tidak dikurang mungkin kita ummad nabi Muhammad tidak sempat makan, tidur, jalan-jalan dan lainnya,” tambah Abizar.
Nilai shalat dilipat gandakan pahala oleh Allah, lima kali kita mengerjakan shalat sama seperti 50 kali, ini sebagai bentuk kasih sayang Allah kepada ummat nabi Muhammad saw. “Shalat bukan hanya sekedar gerakan bukan sekedar kewajiban dan beban bagi kita tetapi shalat membantu kita untuk keshalaihan sosial,” sambung Abizar lagi.
Ada tiga poin keshalihan sosial menurut Abizar, : Pertama shalat menjamin kebahagiaan, kesejahteraan dan ketenangan dari pada orang yang mau melakukannya. “Kesalahan bagi kita sekarang banyak menyelesaikan persoalan di warung kopi sehingga yang penuh itu warung kopi bukan masjid, kemudian menyelesaikan masalah dengan hp maka itu tidak menjadi solusi,” jelasnya lagi.
Jika mau hidup ini berjalan dengan bagus, ekonomi tertata dengan bagus maka shalatlah, ayah shalat, istri dan anaknnya juga shalat, tidak ada masalah dalam keluarga. Jika shalat kita benar-benar kepada Allah, maka Allah akan membuka pintu-pintu rezeki dari langit dan bumi.
Kedua, shalat akan mencegah seseorang dari perbuatan keji dan mungkar. Orang yang benar-benar mengerjakan shalat dengan baik akan menjauhkan diri dari perbuatan zina, korupsi, mencuri dan lainnya.
Ketiga disebutkan, shalat akan mempersatukan ummat, dengan shalat berjamaah akan terbangun rasa persatuan yang kuat dalam kehidupan masyarakat. Kalau kita ingin bersatu, ingin masyarakat bagus, maka shalat berjamaahlah. “Karena shalat itu menjadi solusi untuk kita menyelesaikan persoalan hidup,” pungkas Abizar.
Guru Besar Ilmu Filsafat Islam pada Fakultas Ushuluddin dan Filaafat UIN Ar-Raniry Banda Aceh, Prof Dr H Syamsul Rijal BA MAg, Israk mikraj adalah peristiwa spektakuler dan sarat nilai.“Dalam historisitasnya, di pagi hari saat tersiar kabar bahwa nabi Muhammad SAW semalam telah diperjalankan dari Masjidil Haram ke Masjidil Aqsa lalu ke Sidratul Muntaha menemui Allah SWT menerima perintah shalat lima waktu, sangat cepat massive ditengah kehidupan Kota Mekkah,” sebut Syamsul Rijal.
Bagaimana kualitas spritual bahwa dengan ibadah shalat sebagai substansi israk mikraj dapat mempertegas komitmen ketakwaan serta membangun kesadaran sosial berbasiskan nilai spritualitas yang dimiliki seseorang.
Disamping itu jelas Syamsul, rasa quriosity para ilmuan untuk membuktikan peristiwa perjalanan nabi Muhammad telah melahirkan temuan sains dan teknologi serta peradaban yang mengangumkan di saat mana ditelusuri bagaimana Rasul bisa berjalan dengan waktu singkat, penyelidikan ini tentu melahirkan temuan sains tentang tata surya galaksi dan dunia transportasi.
Subtansi shalat masih belum signifikan dalam praktek jamaah. Keadaan ini dituntut bagi pemimpin umat membangun kesadaran dan mempertegas komitmen ketakwaan serta kesadaran sosial. Mereka yang memelihara shalat jamaah dan menegakkan shalat lima waktu itulah mereka yang memiliki keteguhan komitmen ketaqwaan dan kesadaran sosial yang tinggi.

“Diperlukan pengelola masjid memberikan daya tarik pemikat tersendiri sehingga warga berduyun-duyun shalat berjamaah. Menghadirkan masjid yang bersih nyaman suasana damai, majelis ilmu yang mendidik kesadaran sosial serta inovasi disrupsi sosial melalui aktifitas shalat jamaah menjadi penting,” tambah Syamsul Rijal.
Dalam kehidupan kontemporer dibutukan komitmen ketakwaan dan kesadaran sosial. Kondisi ini sifatnya spritual dan ini bisa diperoleh lewat ibadah shalat berjamaah nilai kesadaran sosial dimana terpatri esensi kemanusiaan sangat diperlukan dalam memperteguh nilai moderasi dalam beragama. Mereka yang memiliki komitmen ketakwaan dan kesadaran sosial yang tinggi kehidupan beragamanya akan lebih moderat dan ini diperlukan dalam disrupsi sosial terkini.
“Peristiwa ini jadi pro kontra bahkah diperolok-olok oleh kafir qurasy Muhammad bermimpi, salah seorang sahabat yang menerima kabar itu lalu membenarkannya untuk kemudian dijuluki menjadi Siddiq itulah sahabat nabi Abubakar Siddiq. Disebutkan sarat nilai karena dari peristiwa ini dapat memperteguh kualitas spritual serta meningkatkan temuan sains dan teknologi,” lanjut Syamsul.

Senada dengan Prof Syamsul, Ketua Majelis Pendidikan Aceh Besar, Prof Dr Mustanir MSc menyebutkan bahwa Isra Mi’raj adalah salah satu momentum Allah wajibkan salat fardhu bagi ummat Muhammad. Peringatan Isra Mi’raj itu adalah melihat kembali revitalisasi salah satu salat fardu yang dilaksanakan oleh sebagian kita sebagai rutinitas belum tergambar di kita bagaimana membesarkan Allah mulai salat dengan Allahu akbar, kemudian diakhiri dengan salam.
Salam membuat orang lain Sejahtera dan selamatkan baik sebelah kanan maupun sebelah kiri. Peristiwa israk mikraj memberi pengetahun bagi manusia lebih pada pendekatan keilmuan sains. membina umat agar shalat berjamaah, pertama manusia harus mengingat salat itu fungsional tidak hanya sekadar melaksanakan dan merasa lepas dari kewajiban, tetapi shalat disuruh tegakkan bukan kerjakan.
“Cara menegakkan salat mulai panggilan adzan baik di meunasah, masjid dan mushalla. Dengan kita mendengar panggilan azan kita merasa terpanggil, kesadaran ini kita mulai membangun sensitifitas kita harus merasakan dengan hati bahwa kitalah yang dipanggil bukan orang lain,” jelas Mustanir
Menurut mustanir, apabila ummat islam ketika mendengar suara azan tidak tersentuh hatinya, itu karena adanya maksiat merajalela seperti penipuan, korupsi merajalela dan riba. Ketika ada makanan riba pada diri manusia maka, panggilan azan tersebut tidak masuk ke dirinya seperti ada sinyal gangguan.
“Mari kita bersama-sama membangun shalat berjamaah, diskusi di masjid, musalla, bagaimana problem ummat islam di desa di kota sampai keseluruh negeri, sehingga berjamaah tidak hanya dalam shalat, tetapi berjamaah dalam membangun masyarakat ekonomi dan sebagainya. Sehingga masyarakat tertata secara islami sehingga sinyal kita menjadi kuat mutar-mutar sekitar masjid saja,” tambah mantan Dekan FMIPA Unsyiah tersebut.
Yang sering salah bagi kita hanya menjaga keshalehan pribadi, kita harus menata diri agar kehadiran kita bermanfaat bagi orang lain, jadi kita tidak bisa shaleh pribadi tetapi kita pasti tercemar. Allah akan menunda menuruni bala pada suatu kaum apabila dalam kaum tersebut masih ada orang shalihin bukan banyak mensalehkan pribadinya juga mensalehkan orang lain. (Jannah)